Ibu Marsiani, satu-satunya guru yang mengajar di SD Filial 09
Nunukan
merupakan salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Timur berada
didaerah perbatasan yang sangat dekat sekali dengan Negara tetangga Malaysia.
Batas dengan Malaysia bukan lagi berupa laut, tetapi darat yang sangat mudah
ditempuh. Bahkan, salah satu kaki kita bisa berada di Indonesia dan satu kaki
kita lainnya bisa berada diwilayah Malaysia, seperti di Desa Ajikuning
Kecamatan Sebatik Tengah. Bukan hanya itu, disana juga terdapat kebun dan rumah
warga Indonesia yang sebagian rumahnya masuk dalam wilayah Malaysia.
Perbatasan
yang seharusnya menjadi beranda depan pertahanan Kesatuan Republik Indonesia
justru memiliki kehidupan yang serba terbatas. Salah satunya adalah sekolah. Di
Desa Sekaduyan Taka Kecamatan Seimanggaris, terdapat sebuah Sekolah Dasar
Filial 09 Sei Fatimah yang hanya memiliki atap pada bangunannya, juga hanya
memiliki satu orang guru, Ibu Marsiani sejak sekolah ini berdiri pada tahun
2006. Sekolah ini terpaksa harus dibantu oleh Tentara Pos PAMTAS (Pengamanan
Perbatasan) Sei Ular karena kurangnya tenaga pengajar. Sekolah ini berstatus
Filial yang mempunyai arti menginduk. Induk sekolah ini berada di SDN 09 Sei
Fatimah terletak di Kabupaten Nunukan yang sangat jauh jaraknya.
SD
Filial 09 Sei Fatimah yang tanpa atap
Tentara Pos PAMTAS Sei Ular
yang membantu mengajar di SD Filial 09
Tak
jarang siswa tidak bisa pergi sekolah karena harus membantu orang tuanya berkebun.
Meski demikian tidak sedikit siswa yang mempunyai semangat tinggi berjalan kaki
sejauh 5 KM menuju sekolah jika tidak truk yang lewat untuk ditumpangi. Karena sekolah
ini berstatus menginduk, maka siswa kelas 6 harus bersekolah diinduknya yaitu di
Nunukan karena akan melaksanakan ujian akhir. Ujian akhir tidak bisa
dilaksanakan disekolah filial. Karena itu, tidak semua siswa bisa melanjutkan
kejenjang kelas 6 SD. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi keluarga. Jika
melanjutkan kejenjang kelas 6 SD maka dibutuhkan biaya tambahan untuk kost
selama bersekolah di Nunukan.
Januwahyu,
salah seorang Tentara Pos PAMTAS Sei Ular yang membantu mengajar disekolah ini
mengatakan bahwa minimnya fasilitas sekolah menjadi salah satu alasan siswa
enggan kesekolah. Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah, ditambah minimnya
fasilitas sekolah menghilangkan semangat siswa untuk pergi sekolah.
Januwahyu seorang TNI SATGAS PAM-TAS
Sei Ular yang sehari-hari ikut membantu mengajar di SD Filial 09, biasanya
beliau ikut berjalan bersama siswa pulang kerumah
yang letaknya dibelakang POS PAM-TAS
Selain
SD Filial 09 Sei Fatimah, di Kecamatan Seimanggaris juga tepatnya Desa Tabur
Lestari, terdapat sebuah sekolah yang masih berada dikolong rumah seorang
warga. Seorang warga merelakan kolong rumahnya untuk dijadikan sekolah, karena
sekolah induknya berada jauh disebrang sungai yang harus ditempuh dengan
menggunakan perahu ketinting. Berbagai kekhawatiran orang tua terlebih mereka
yang mempunyai anak usia sekolah kelas 1, 2, dan 3 jika harus menyebrang sungai
untuk sekolah. Maka didirikanlah sekoalah diwilayah mereka yang masih menumpang
dikolong rumah seorang warga agar anak mereka usia sekolah dasar tidak perlu
lagi menyebrang sungai.
SD
Filial 012 yang berada dikolong rumah seorang warga
Meski
demikian, masalah tak berhenti sampai disitu. Karena, jika turun hujan, siwa
tetap tidak bisa pergi kesekolah karena jalan yang lcin. Biasanya, jika sampai
pukul 09.00 WITA hujan tidak juga reda, maka sekolah dinyatakan libur secara
otomatis.
Perahu Ketinting, sarana transportasi sekolah
Selain
itu, terdapat permasalahan lain siswa-siswa usia sekolah yaitu perjodohan usia
dini. Perjodohan usia dini masih terjadi dimasyarakat dayak seperti di Desa
Kalun Sayan, Desa Tinampak I, Desa Salang, Desa Naputi, Sekikilan, dan Desa-Desa
lainnya di Kecamatan Tulin Onsoi. Meskipun Kepala Adat Suku Dayak Agabag
(Mayoritas Dayak di Kecamatan ini adalah Dayak Agabag) telah menyatakan bahwa
perjodohan usia dini sudah tidak ada lagi dan usia pernikahan disesuaikan
dengan ketetapan pemerintah, tetapi nyatanya guru sering kehilangan muridnya
yang begitu ditemukan ternyata telah dinikahkan. Perjodohan ini bahkan
dilakukan sejak dalam kandungan, sehingga saat lulus sekolah dasar sudah
dinikahkan.
Mungkin,
jika belum dijodohkan siswa masih memiliki cita-cita tinggi untuk terus
bersekolah. Kenyataan bahwa begitu dipandang besar sedikit boleh dinikahkan
mungkin saja meruntuhkan semua mimpi dan angan wanita dayak untuk mengejar cita.
Noviana, sorang siswa SMP mengatakan bahwa dirinya berkeinginan untuk bisa
kuliah. Mungkin hal yang sama juga terbesit dihati anak-anak dayak lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar